Rabu, 14 Januari 2015

ACEH TENGAH

 TAKENGON

Kota Takengon yang berada di dataran tinggi Gayo, merupakan kota tujuan wisata di Nanggroe Aceh Darussalam. Keindahan alamnya seperti tersembunyi karena berada di tengah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Objek wisata alam yang terkenal di sana adalah Danau Laut Tawar, yang menjadi kebanggaan masyarakat Takengon. Sebagian aktivitas masyarakat sekitar danau adalah sebagai nelayan. Ikan Depik [Rasbora Tawarensis], merupakan ikan khas danau laut tawar Aceh Tengah.

Banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang datang ke Takengon, mengunjungi dan menginap di sekitar Danau Laut Tawar. Selain objek wisata Danau Laut Tawar, terdapat tempat-tempat wisata lainnya di Kota Takengon, seperti Gua Puteri Pukes, Pantang Terong, pemandian air panas Wih Pesam, Bukit Terong (Puncak Khafi), Goa Loyang Koro, Pantai Menye, Pantai Ketibung dan Monumen Pacuan Kuda Tradisional [Evant ini biasanya dilakukan pada saat hari kemerdekaan]. Setidaknya ada 20 objek wisata yang dapat dikunjungi di Kota Takengon. Khusus mengenai perlombaan pacuan kuda, para jokinya biasanya anak usia sekolah. Mereka secara alami terlatih dan berani tanpa menggunakan pelana, yang hanya memakai kaus dan celana pendek berkuda dengan kencang.

Penduduk asli Takengon adalah Suku Gayo. Mereka merupakan keturunan dari Batak Karo di Sumatera Utara. Bahasa daerahnya pun berbeda dengan bahasa daerah penduduk Aceh pada umumnya. Kota Takengon berhawa sejuk dengan keindahan alamnya yang luar biasa, dan berada di kawasan dataran tinggi Gayo. Komoditi-komoditi unggulan yang dipasarkan di Kota Takengon adalah komoditi-komoditi yang berasal dari dataran tinggi Gayo, seperti kopi Gayo (kopi arabika) yang terkenal yang diekspor ke Jepang, Amerika dan Eropa, tomat, markisa, sayur-sayuran, jagung, cabe dan kentang. markisa, tomat, cabe, jagung, sayur-sayuran, jeruk keprok Gayo, alpukat, tembakau dan damar.

Ketika Anda menjelajah jalan berkelok-kelok di samping keretakan indah Gunung Geureundong dalam perjalanan ke Takengon, sebuah kota kecil dengan penduduk tidak lebih dari 230.000 di Aceh Tengah, mata Anda akan terhibur dengan pemandangan visual lewat pohon pinus di sisi Anda, serangkaian vegetasi tropis dihiasi dengan rumah semi permanen, dan wajah tertegun dari anak-anak lokal ketik Labi-Labi anda melewati mereka. Angin dingin akan menyapu wajah Anda, saat Anda melewati lapisan kabut. Di sini, suhu rata-rata hampir permanen sekitar 20 derajat selsius, atau 68 derajat Fahrenheit yang nyaman. 100 kilometer dari tepi barat, kota kecil Takengon yang indah ini menyambut Anda.

Takengon adalah ibu kota Kabupaten Aceh Tengah. Kawasan ini merupakan dataran tinggi yang berhawa sejuk dan memiliki beragam tempat wisata indah di antaranya adalah Danau Laut Tawar, Puteri Pukes, dan Pantan Terong. Kota Takengon terletak berdekatan dengan Kabupaten Bener Meriah, dan sekitar 100 km dari Kota Bireuen.

Takegon adalah kota distrik  Aceh Tengah. Menawarkan banyak kelangkaan yang Anda harus lihat. Makanan yang unik dan hal ini harus di catat. Argowisata dan kegiatan di sekitar Danau Laut Tawar merupakan alasan untuk memperpanjang kunjungan anda. Belum lagi legenda seorang putri yang berubah menjadi batu dengan penjaganya yang tak terlihat. Hal ini jauh dari omong kosong bila kita menyebutkan Aceh benar-benar merupakan gerbang rohani ke Indonesia pertama.

Datang dan lihat keidahannya oleh Anda sendiri. Kisah yang Anda ceritakan sepulang dari sini akan terlalu bagus untuk menjadi kenyataan dan terlalu berharga untuk di lewatkan. Inilah Aceh, yang akan membuat permulaan indah dalam perjalanan wisata Anda kepulauan barat Nusantara.

Kota ini dikelilingi oleh pegunungan dan  berada di tengah-tengah di Provinsi Aceh.  Takengon merupakan tujuan wisata yang berada di dataran tinggi Gayo. keindahaan alamnya seolah tersembunyi karena di kelilingi oleh gunung-gunung. Banyak pengunjung seolah tidak ingin pulang lagi setelah mengunjungi wilayah indah ini karena tempatnya sejuk, nyaman, aman, dan masyarakatnya yang ramah.

 Untuk mecapai lokasi ini, bisa ditempuh dari dua wilayah,
1). Banda Aceh, Dari terminal di banda aceh bisa dengan Travle [L300] dengan biaya sebesar Rp 150.000 langsung ke takengon. Perjalanan kurang lebih sekitar 6-7 jam perjalanan.

 2). Via Medan, dari polonia naik ojek atau taxi kearah jalan gajahmada, ongkos untuk Ojek Sekitar Rp. 35.000 – 40.000, dengan Taxi bisa mencapai Rp. 55.000 – 65.000. Dijalan gajahmada cukup banyak Perusahaan bus yang menyediakan jasa angkutan sampai Takengon. Biaya yang diperlukan untuk ke takengon dari medan sekitar Rp. 150.000 [Bus Cepat Bangku 2:1] saya merekomendasikan naik CV. Kurnia. Kenapa? Armadanya baru-baru, aman, lancar dan nyaman banget.

Setiba di takengon, cukup banyak losmen murah, dengan harga kisaran Rp.100.000 - 200.000 per malam, ada juga Hotel yang lumayan mahal, kisaran harga Rp. 250.000 - 400.000 [Hotel Renggali].


Mesjid Raya Ruhama, Takengon










 Danau Laut Tawar

 
Danau Laut Tawar adalah sebuah danau dan kawasan wisata yang terletak di Dataran Tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah, Nanggröe Aceh Darussalam. Suku Gayo menyebutnya dengan Danau Lut Tawar. Luasnya kira-kira 5.472 hektar dengan panjang 17 km dan lebar 3,219 km. Sebagian besar aktivitas penduduk sekitar danau laut tawar adalah berprofesi sebagai nelayan. Ikan Depik [Rasbora Tawarensis], adalah ikan khas yang ada danau laut tawar Aceh Tengah

Pantan Terong

Pantan Terong adalah sebuah bukit yang terletak di puncak bukit dataran tinggi gayo. Di tempat ini kita bisa melihat ibu kota Aceh Tengah dan danau Laut Tawar secara keseluruhan, lapangan pacuan kuda di kecamatan Pegasing, bandara udara Rembele dari atas, dengan diapit serta dikelilingi punggung gunung bukit barisan yang elok. Pantan Terong terletak di kecamatan Bebesan, 7.5 km dari kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah.
 
Pantai Menye

Pantai Menye (Pantai Manja)adalah sebuah objek wisata yang sangat menarik,pantai Menye Tidak saja tempatnya yang sangat strategis tetapi juga memiliki pemandangan yang angat indah
Pantai Menye Terletak di Kecamatan Bintang tepatnya di sebelah timur danau laut tawar
Ada dua rute perjalanan yang bisa dicapai yaitu jalur utara dan selatan. Bila melalui jalur utara Anda bisa melalui Takengon sekitar 18 Km, dan bila melalui jalan selatan jarak tempuhnya agak lebih panjang sekitar 24 Km dengan waktu tempuh 20 sampai 30 menit.
 
Kota Takengon

 

Kota Takengon adalah Ibukota dari Kabupaten Aceh Tengah. Kabupaten Aceh Tengah berada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) menyimpan potensi wisata alam yg kaya dan indah, masyarakat yang ramah, hawa yang sejuk dan udara yang menyegarkan akan menyapa siapa saja yang datang ke dataran tinggi Gayo. Danau Laut Tawar ini merupakan salah satu objek wisata yang istimewa di Kab.Aceh Tengah, keistimewaan danau ini selain pemandangannya yang indah dan airnya yang tidak asin, terdapat pula empat gua yang mengelilingi danau tersebut. Danau tersebut luasnya hampir seperti laut, karena itu masyarakat menyebutnya Danau Laut Tawar. Kota Takengon merupakan kota yang sejuk dan berudara bersih di NAD.
 
Kota Takengon

Kota Takengon
 
Air Terjun Mengaya
 
 
Wisata Air Terjun Mengaya ini Terletak di Desa Mengaya, Kec.Bintang. Kabupaten Aceh tengah berdekatan dengan obyek wisata Danau Lut Tawar. Melalui jalan setapak yang sudah beraspal, pengunjung bisa menikmati panorama hutan yang asri dan udara yang sejuk di sepanjang jalan menuju lokasi air terjun ini.
 
Makam Raja Linge



Di lingkungan makam Raja Linge ini terdapat rumah adat, dengan nama Rumah Pintu Ruang (rumah yang memiliki tujuh pintu) dan sebuah sumur tua yang airnya tidak pernah kering. Disini juga terdapat fasilitas toilet dan mushalla. Kecamatan Linge, berjarak tempuh sekitar 70 km dari kota Takengon

Goa Loyang Koro

 
Goa Loyang Koro adalah salah satu objek wisata goa yang terletak di kaki gunung Birahpanyang, sekitar 15 meter dari bibir pantai dengan kedalaman 20 meter.
Goa Loyang Karo Terletak di desa Toweren, Kecamatan Laut Tawar, hanya 7 Km dari Kota Takengon.
 
Goa Loyang Datu Merah

 
Goa Loyang Datu Merah Mege adalah Objek wisata yang berpanorama indah, tidak hanya menawarkan keindahannya saja tetapi juga legenda yang mengikutinya. Area objek wisata ini juga dilengkapi dengan tempat peristirahatan dan tempat duduk untuk menikmati air deras yang mengalir didasar Goa.Goa Loyang Datu Merah Mege Terletak 26 km dari ibu kota kabupaten aceh tengah.

Batu Belah


Batu Belah (Atu Belah dalam Bahasa Gayo), merupakan Salah Satu tempat Wisata menarik yang berlokasi di Kampung Penaron Kecamatan Linge Takengon Aceh Tengah. Atu Belah atau batu belah merupakan sebuah cerita rakyat, yang dipercaya oleh penduduk Kampung Penaron. 

Umah Edet Pitu Ruang



Rumah Adat Tujuh Ruang (Umah Edet Pitu Ruang dalam bahasa Gayo), merupakan sebuah rumah peninggalan raje Baluntara yang memiliki nama aslia Jalaluddin yang sudah dibangun sejak pra-kemerdekaan. Umah Edet Pitu Ruang menjadi salah satu bukti sejarah Gayo yang masih ada.

 Gua Putri Pukes


 Gua Putri Pukes adalah salah satu tempat wisata menarik di Kabupaten Aceh Tengah. Gua Putri Pukes berlokasi di sebelah utara, tepatnya di Kampung Mendale, Kecamatan Kebayakan, Aceh Tengah.
Ini adalah salah satu legenda seorang puteri yang menjadi batu. Dan masih ada hingga kini.

 

Pacuan kuda

  Masyarakat di dataran tinggi Gayo punya tradisi unik; balapan kuda. Dulunya, balapan ini dikenal dengan sebutan "pacu kude". Awalnya, pacuan ini diadakan di Kampung Bintang, di pinggir Danau Laut Tawar, berjarak 1.5 kilometer dari pusat Kota Takengon yang sekarang dikenal dengan sebutan Pantai Menye.

Pacu kuda di tanah Gayo mencatat sejarah panjang. Arena pacu yang dulunya berada di bibir danau yang basah, kini dialihkan ke lapangan berdebu.

Alkisah, Datu Beru, seorang pahlawan wanita Gayo menyerang pasukan Belanda dengan mengendarai kuda. Sambil memegang sebilah pedang di lengan kanan, dengan perkasa ia menghunus, mengusir penjajah dari tanah Gayo.

Pada 1912, atas kemauan pemerintah Belanda, arena pacuan kuda dipindah ke daerah Belangkolaq yang dalam bahasa Gayo berarti lapangan yang luas. Sekarang dikenal dengan nama Musara Alun. Arena ini dulunya berpagar rotan. Bagi pengunjung yang menonton, laki-laki dan perempuan dipisah dengan pembatas yang membelah arena menjadi dua bagian, agar penonton tidak membaur.
 
“Pacu kude” masih sangat tradisional kala itu. Arena pacunya memiliki trek berbentuk melingkar dengan panjang  1.000 meter. Kuda yang ikut tanding adalah kuda pilihan yang mewakili kampung-kampung tertentu. Jokinya pun berusia belia dan remaja, 10 sampai 13 tahun. Belum ada pelana di punggung kuda, juga si kuda tidak dibolehkan memakai sepatu.
 
Dalam setahun, ada dua kali pertandingan. Saat memperingati Hari Kemerdekaan 17 Agustus dan Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Takengon pada 17 Februari.
Pacuan kuda tradisional Gayo ini tergolong unik. Pasalnya yang menjadi joki bukan orang dewasa, tapi justru anak-anak usia 9 sampai 11 tahun dan mereka tidak pernah berlatih secara rutin untuk menunggang kuda. 

Walaupun usia mereka masih tergolong anak-anak, tapi nyali mereka boleh diadu. Atraksi Pacuan Kuda tradisional ini benar-benar teramat tradisional sekali, antara lain: kuda yang tidak dilengkapi pelana, joki yang tidak menggunakan alas kaki, dan tidak menggunakan pelindung kaki, serta pakaian joki pun seadanya. Kegiatan tradisional ini sangat digemari oleh penduduk sekitar di kabupaten Gayo Lues karena setiap kegiatan ini diadakan penonton yang datang jumlahnya bisa ribuan orang.
Pacuan kuda tradisional ala "Gayo" itu memiliki dimensi olahraga yang kental sekaligus juga menunjukkan ketangguhan generasi Gayo dalam berkuda.

 

Rabu, 31 Desember 2014

IBU KOTA NANGGROE ACEH DARUSSALAM


BANDA ACEH


Kota Banda Aceh adalah salah satu kota yang berada di Aceh dan menjadi ibu kota Provinsi Aceh, Indonesia. Sebagai pusat pemerintahan, Banda Aceh menjadi pusat segala kegiatan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Kota Banda Aceh merupakan kota Islam yang paling tua di Asia Tenggara dimana Kota Banda Aceh merupakan ibukota dari Kesultanan Aceh.

Sejarah

Banda Aceh sebagai ibukota Kesultanan Aceh Darussalam berdiri pada abad ke-14. Kesultanan Aceh Darussalam dibangun di atas puing-puing kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha yang pernah ada sebelumnya, seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indrapura (Indrapuri). Dari batu nisan Sultan Firman Syah, salah seorang sultan yang pernah memerintah Kesultanan Aceh, didapat keterangan bahwa Kesultanan Aceh beribukota di Kutaraja (Banda Aceh). (H. Mohammad Said a, 1981:157).

Kemunculan Kesultanan Aceh Darussalam yang beribukota di Banda Aceh tidak lepas dari eksistensi Kerajaan Islam Lamuri. Pada akhir abad ke-15, dengan terjalinnya suatu hubungan baik dengan kerajaan tetangganya, maka pusat singgasana Kerajaan Lamuri dipindahkan ke Meukuta Alam (Rusdi Sufi & Agus Budi Wibowo a, 2006:72-73). Lokasi istana Meukuta Alam berada di wilayah Banda Aceh.

Lukisan Kota Banda Aceh pada masa Kesultanan Aceh dari arah laut oleh François Valentijn (1724-1726)
 
 
Sultan Ali Mughayat Syah memerintah Kesultanan Aceh Darussalam yang beribukota di Banda Aceh, hanya selama 10 tahun. Menurut prasasti yang ditemukan dari batu nisan Sultan Ali Mughayat Syah, pemimpin pertama Kesultanan Aceh Darussalam ini meninggal dunia pada 12 Dzulhijah Tahun 936 Hijriah atau bertepatan dengan tanggal 7 Agustus 1530 Masehi. Kendati masa pemerintahan Sultan Mughayat Syah relatif singkat, namun ia berhasil membangun Banda Aceh sebagai pusat peradaban Islam di Asia Tenggara. Pada masa ini, Banda Aceh telah berevolusi menjadi salah satu kota pusat pertahanan yang ikut mengamankan jalur perdagangan maritim dan lalu lintas jemaah haji dari perompakan yang dilakukan armada Portugis.

Pada masa Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh tumbuh kembali sebagai pusat perdagangan maritim, khususnya untuk komoditas lada yang saat itu sangat tinggi permintaannya dari Eropa. Iskandar Muda menjadikan Banda Aceh sebagai taman dunia, yang dimulai dari komplek istana. Komplek istana Kesultanan Aceh juga dinamai Darud Dunya (Taman Dunia).

Pada masa agresi Belanda yang kedua, terjadi evakuasi besar-besaran pasukan Aceh keluar dari Banda Aceh yang kemudian dirayakan oleh Van Swieten dengan memproklamirkan jatuhnya kesultanan Aceh dan mengubah nama Banda Aceh menjadi Kuta Raja. Setelah masuk dalam pangkuan Pemerintah Republik Indonesia baru sejak 28 Desember 1962 nama kota ini kembali diganti menjadi Banda Aceh berdasarkan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah bertanggal 9 Mei 1963 No. Des 52/1/43-43
Pada tanggal 26 Desember 2004, kota ini dilanda gelombang pasang tsunami yang diakibatkan oleh gempa 9,2 Skala Richter di Samudera Indonesia. Bencana ini menelan ratusan ribu jiwa penduduk dan menghancurkan lebih dari 60% bangunan kota ini. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan Pemerintah Kota Banda Aceh, jumlah penduduk Kota Banda Aceh hingga akhir Mei 2012 adalah sebesar 248.727 jiwa.

Geografi

Letak astronomis Banda Aceh adalah 05°16' 15" - 05° 36' 16" Lintang Utara dan 95° 16' 15" - 95° 22' 35" Bujur Timur dengan tinggi rata-rata 0,80 meter diatas permukaan laut.

 

Batas wilayah

Iklim

[sembunyikan]Data iklim Banda Aceh
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun
Rata-rata harian °C (°F) 27.01 26.88 27.02 27.30 27.89 27.99 27.76 27.76 27.12 26.72 26.54 26.86
Presipitasi mm (inci) 256 114 117 139 143 84 95 90 161 200 225 321 1945
Rata-rata hari hujan 8.5 5.9 7.8 8.8 12.4 10.3 9.2 10.6 12.5 15.5 14.3 12.7
Sumber: [2]

Ekonomi

Pada 2001, Dana Alokasi Umum untuk Banda Aceh adalah sebesar Rp. 137,95 miliar.

Pemerintahan

Kantor Walikota Banda Aceh
 
Kota Banda Aceh terdiri dari 9 Kecamatan, 17 Mukim, 70 Desa dan 20 Kelurahan. Walikota Banda Aceh yang sekarang
adalah Mawardi Nurdin.[3] Ia terpilih dalam Pilkada pada 11 Desember 2006, yang berpasangan dengan Illiza Saaduddin Djamal (politisi Partai Persatuan Pembangunan). Sebelumnya, Mawardi yang merupakan Kepala Dinas Perkotaan dan Permukiman Kota Banda Aceh, juga pernah menjabat sebagai Pejabat Sementara (PjS) Walikota Banda Aceh yang dilantik Wakil Gubernur Aceh Azwar Abubakar pada 8 Februari 2005. Pelantikan itu sesuai dengan keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.21/52/2005 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Walikota Banda Aceh. Mawardi Nurdin menjabat sebagai Walikota Banda Aceh setelah wali kota sebelumnya Syarifudin Latief dipastikan meninggal dunia akibat bencana tsunami. Dalam surat keputusan itu juga disebutkan masa menjabat sebagai PjS Walikota Banda Aceh paling lama enam bulan sejak pelantikan.

Pembagian administratif

Pembagian Wilayah Kecamatan 
di Kota Banda Aceh
Semula hanya ada 4 kecamatan di Kota Banda Aceh yaitu Meuraksa, Baiturrahman, Kuta Alam dan Syiah Kuala. Kemudian berkembang menjadi 9 kecamatan yaitu:
  1. Baiturrahman
  2. Banda Raya
  3. Jaya Baru
  4. Kuta Alam
  5. Kuta Raja
  6. Lueng Bata
  7. Meuraksa
  8. Syiah Kuala
  9. Ulee Kareng

Daftar Walikota Banda Aceh

Citra Satelit Banda Aceh sebelum dan sesudah Tsunami 2004

No. Foto Nama Dari Sampai Keterangan
1. 01 T. Ali Basyah.jpg Teuku Ali Basyah 1957 1959  
2. 02 T. Oesman Yacoub.jpg Teuku Oesman Yacoub 1959 1967  
3. 03 T. Mohd. Syah.jpg T. Mohd. Syah 1967 1968  
4. 04 T. Ibrahim.jpg T. Ibrahim 1968 1970
5. 02 T. Oesman Yacoub.jpg Teuku Oesman Yacoub 1970 1973
6. 05 Drs. Zein Hasjmy Ec.jpg Drs. Zein Hasjmy Ec 1973 1978
7. 06 Drs. Djakfar Ahmad MA.jpg Drs. Djakfar Ahmad MA 1978 1983
8. 07 Drs. Baharuddin Yahya.jpg Drs. Baharuddin Yahya 1983 1993
9. 08 Drs. Said Hussain Al-Haj.jpg Drs. Said Hussain Al-Haj 1993 1998
10. 09 Drs. Muhammad Y.jpg Drs. Muhammad Y 1998 1998 PLT Walikotamadya
11. 10 Drs. Zulkarnain.jpg Drs. Zulkarnain 1998 2003
12. 11 Drs. H. Syarifuddin Latif.jpg Drs. H. Syarifuddin Latief 2003 2004 Pj Walikota
13. 13 Ir. Mawardy Nurdin, M.Eng, Sc.jpg Ir. Mawardy Nurdin, M.Eng, Sc 2005 2006 Pj Walikota
14. 12 Drs. Razali Yussuf.jpg Drs. Razali Yussuf 2006 2007 Pj Walikota
15. 13 Ir. Mawardy Nurdin, M.Eng, Sc.jpg Ir. Mawardy Nurdin, M.Eng, Sc 2007 2012
16.
Drs. T. Saifuddin TA, M.Si 2012 2013 Pj Walikota
17. 13 Ir. Mawardy Nurdin, M.Eng, Sc.jpg Ir. Mawardy Nurdin, M.Eng, Sc 2013 2014 Meninggal dunia sebelum akhir masa jabatan
18.
Hj. Illiza Sa'aduddin Djamal 2014 Pertahanan

Pariwisata

Komplek Taman Ghairah merupakan taman Kesultanan Aceh yang berada di jantung 
Kota Banda Aceh.
 
Kota Banda Aceh sebagai ibukota dari Kesultanan Aceh Darussalam yang dahulunya merupakan salah satu dari lima Kerajaan Islam terbesar di dunia menyimpan berbagai situs peninggalan sejarah dari berbagai masa, mulai dari masa Kesultanan, masa Kolonial Belanda, masa bergabung dalam bingkai NKRI, masa konflik hingga tsunami. Berbagai situs objek wisata tersebut antara lain adalah Masjid Raya Baiturrahman, Komplek Taman Ghairah, Museum Sejarah Aceh, Museum Tsunami Aceh dan berbagai macam situs peninggalan sejarah lainnya terdapat diberbagai sudut kota Islam tertua di Asia Tenggara ini.